Travelers, pernah nggak kamu dengar sesuatu tentang Pulau Kemaro? Pulau ini cukup unik karena terbentuk dari proses alam di Sungai Musi berpuluh tahun lampau, dimana tanah dan lumpur yang terbawa aliran Sungai Musi akhirnya berkumpul di muara sungai dan membentuk Pulau Kemaro tepat di titik pertemuan antara sungai dan laut.
Legenda Pulau Kemaro
Namun penduduk sekitar yakin, Pulau Kemaro bukan terbentuk dari proses alam, travelers. Melainkan dari sumpah setia seorang putri kepada kekasih tercintanya. Kisah kasih tak sampai ala Romeo dan Juliet ini mulai beredar di masyarakat sejak abad ke-14 ketika agama Islam mulai masuk dan berkembang di Swarnadwipa, nama Sanskerta Pulau Sumatera. Beginilah kisahnya ..
Pada jaman dahulu kala ada seorang pangeran dari negeri Cina yang datang ke Palembang untuk belajar berdagang, bernama Pangeran Tan Bu An. Tak lama kemudian, ia bertemu dengan seorang putri dari seorang raja yang berkuasa di Palembang saat itu (nggak jelas raja siapa), yaitu Putri Siti Fatimah. Keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama, dan dengan persetujuan dari Sang Putri, maka Pangeran Tan Bu An menemui ayah Siti Fatimah untuk melamarnya.
Sang Raja sebetulnya nggak menyetujui hubungan asmara Putri Siti Fatimah dengan Tan Bu An. Lantaran Pangeran adalah seorang pendatang dan kalo mereka menikah pasti Siti Fatimah akan dibawa pulang ke kerajaannya yang jauh di sana. Tapi Raja tak ingin membuat putrinya merasa sedih, sehingga ia mengajukan syarat agar Tan Bu An tidak jadi memperistri Siti Fatimah. Raja mengatakan pada Tan Bu An kalo ia menerima pinangan itu, asalkan Sang Pangeran memberikan sesuatu kepada keluarga Raja sebagai hadiah.
Lalu Tan Bu An pun menulis surat kepada ayahnya di Cina menyuruh seorang utusan untuk mengantarkannya. Dalam surat itu Tan Bu An bilang kalo ia ingin menikah dan telah melamar seorang putri. Ia ingin ayahnya memberikan sesuatu yang dapat ia gunakan sebagai hadiah buat keluarga gadis pujaan hatinya.
Tak berapa lama, si utusan pun kembali dengan kapal yang penuh dengan berbagai macam barang. Awalnya, Tan Bu Ang merasa senang karena mengira isinya adalah porselen Cina, perhiasan dan uang. Namun betapa kecewanya dia setelah mengetahui kapal itu hanya memuat sayuran dan buah-buahan. Tan Bu Ang kecewa dan marah sekali, sehingga ia membuang semua sayuran dan buah-buahan yang dibawa dari Cina itu ke dalam sungai.
Lama-lama ia menyadari bahwa prasangkanya salah dan ada sesuatu tersembunyi di balik gunungan sayuran dan buah-buahan yang telah ia ceburkan ke Sungai Musi. Ia melihat koin-koin emas berkilauan dari dasar sungai yang airnya jernih, dan tanpa pikir panjang langsung terjun ke sungai buat mengambilnya. Malang, Sang Pangeran lupa kalo ia nggak bisa berenang, sehingga tewaslah ia karena tenggelam.
Putri Fatimah sangat bersedih hati mendengar kabar kematian kekasihnya dan berniat untuk menyusul Tan Bu An ke alam baka. Suatu hari ia datang ke tepi Sungai Musi, tepat di lokasi dimana jenazah Tan Bu An ditemukan. Putri Fatimah berpesan pada para pengiringnya, “Kalau kamu melihat ada pohon tumbuh di tanah di mana aku tenggelam, itu adalah lambang cintaku kepadanya.”
Sesudah berkata demikian, Putri Fatimah pun langsung berjalan menuju sungai dan tak menoleh sekalipun para pelayan dan pengawal memanggil-manggil namanya. Ia terus berjalan ke tengah Sungai Musi hingga tubuhnya tak tampak lagi. Ajaib, tepat di tempat di mana tubuhnya menghilang tiba-tiba muncul sebidang tanah yang kering, layaknya tanah yang ada di daratan. Penduduk setempat kemudian menamakan pulau itu sebagai Pulau Kemaro, atau Pulau Kemarau, karena tanahnya tetap kering meski air Sungai Musi sedang pasang naik.
Pagoda Pulau Kemaro
Benar enggaknya legenda Pulau Kemaro di atas, tetap saja cerita ini menarik, travelers. Yang jelas, kini Tan Bu An dan Siti Fatimah memang benar-benar tak terpisahkan karena kita bisa melihat makam mereka berdua berdampingan di depan Klenteng Soei Goeat Kiong, yang didirikan sejak tahun 1962 di Pulau Kemaro. Sebuah pohon tumbuh di dekat makam sepasang kekasih ini, dan masyarakat setempat percaya kalo siapapun yang berhasil mengukir namanya dan kekasihnya di pohon yang juga dipercaya sebagai Pohon Cinta itu akan menjadi suami istri dan langgeng sampai tua.
Pemandangan di sekitar Pulau Kemaro sendiri sangat elok, terutama buat kamu yang belum pernah tau gimana sih suasana pulau di tengah sungai. Aliran Sungai Musi yang tenang kini sedikit keruh karena musim penghujan. Namun, pepohonan lebat di tengah Pulau Kemaro akan mencerahkan suasana hatimu yang sendu dan lesu.
Sejak 2006, Pulau Kemaro makin cantik berkat sebuah pagoda yang didirikan tepat di tengah pulau. Suasana yang tenang dan jauh dari keramaian membuat Pulau Kemaro kini dijadikan sebagai pusat peribadatan umat Budha dan warga keturunan Tionghoa.
Lokasi Pulau Kemaro Palembang
Cara mendatangi pulau ini juga nggak susah kok, travelers. Dari Bandara Internasional Palembang Sultan Mahmud Badaruddin II kamu naik taksi atau mobil sewaan ke Sungai Musi dengan jarak sekitar 6 km. Atau bisa juga dengan naik bus jurusan Ampera di pusat Kota Palembang. Sampai di Sungai Musi kamu bisa pilih, mau naik perahu cepat atau perahu ketek (semacam perahu tradisional) untuk menyeberang ke Pulau Kemaro.
Di malam hari Sungai Musi kelihatan lebih indah berkat kerlap-kerlip lampu yang berdiri berjejer di tepian. Sedangkan pagoda Pulau Kemaro nampak megah bersinar di kejauhan berkat aneka lampu warn-warni yang menghiasi sisi-sisinya.
Pengen ajak gebetanmu ke Pulau Kemaro dan mengukir nama kalian di Pohon Cinta? Dapatkan segera info seputar reservasi tiket dan hotel di Palembang dengan menghubungi Pegipegi sekarang juga.