Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, termasuk soal alat musik tradisional. Salah satu alat musik yang paling popular adalah kolintang.
Berasal dari Sulawesi Utara, kolintang merupakan alat musik yang muncul dari dalam kebudayaan Masyarakat Minahasa. Terbuat dari kayu, kolintang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik kayu berbalut kain.
Bentuknya yang berjajar mengingatkan kita akan alat musik piano. Menariknya, kolintang dapat memainkan rangkaian tujuh nada berbeda. Sehingga, ketika dimainkan, bakal ada nada rendah, tengah dan tinggi lewat alat musik ini.
Nah, kolintang sendiri terbagi ke dalam sembilan jenis suara yang dihasilkan. Antara lain loway (bass), cella (cello), karua (tenor 1), karua rua (tenor 2), uner (alto 1), uner rua (alto 2), katelu (ukulele), ina esa (melodi 1), ina rua (melodi 2) dan ina taweng (melodi 3).
Keunikan ini yang membuat kolintang dicintai nggak cuma di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Beberapa negara seperti Australia, Jerman hingga Inggris sudah mengenalkan kolintang lewat kurikulum sekolah musik.
Mengalami Penyempurnaan
Sudah ada sejak abad 17, Kolintang berkembang di kawasan utara Indonesia. Dalam bahasa Minahasa sendiri, kolintang berasal dari kata tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada tengah).
Kolintang biasanya dimainkan sebagai bagian dari upacara adat warga Minahasa, termasuk pemujaan arwah para leluhur. Namun, masuknya beberapa agama dan kebudayaan, kolintang beralih fungsi sebagai alat musik dalam pertunjukkan seni.
Awalnya, kolintang hanya menggunakan beberapa potongan kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki sang pemain. Namun, sejak Pangeran Diponegoro singgah di Minahasa pada 1830-an, kolintang menggunakan peti sesonator sebagai alasnya.
Rangkaian nada diatonis kolintang pun disempurnakan oleh Nelwan Katuuk. Pada tahun 1939, sang seniman tunatera ini berhasil menyusun tangga nada kolintang dengan mengikuti susunan nada musik universal.
Jadi, yang biasanya hanya dapat memainkan satu melodi dengan jarak dua oktaf, gebrakan Nelwan Katuuk menghasilkan kolintang dengan nada 2 ½ oktaf. Sejak itu, perluasan jarak nada pun dikembangkan oleh para penggiat alat musik yang satu ini sampai sekarang.
Siap Susul Batik dan Angklung
Sebagai kebudayaan asli Indonesia, kolintang memang mencuri banyak perhatian. Bahkan, berbagai pentas seni internasional yang digelar seperti di Swiss maupun Jerman sering menghadirkan alat musik Minahasa ini.
Kolintang sempat mengukir sejarah dengan membuat rekor dunia pada 31 Oktober 2009. Ada dua rekor dunia yang tercatat dalam Guinness World Records, yaitu untuk pergelaran musik kolintang dan alat musik kolintang terbesar di dunia terbesar di dunia.
Nggak heran jika Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan bersikeras ingin mendaftarkan kolintang sebagai warisan budaya dunia. Sebelumnya, ada batik dan angklung yang akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lewat UNESCO.
Sebagai bentuk usahanya, sang pemprov membentuk 12 grup yang bakal mewakili Sulawesi Selatan dan Asosiasi Insan Kolintang Nasional. Semoga, dalam beberapa waktu ke depan, ada kabar baik perihal pengakuan kolintang sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.
Jadi nggak sabar berburu kolintang? Langsung aja pesan tiket pesawat dan cari hotel murah di Manado lewat Pegipegi. Selamat liburan!
pesan tiket pesawat murah ke Manado cari hotel murah di Manado
Foto:Â Shutterstock
Agar transaksi lebih mudah dan murah, yuk, instal aplikasi Pegipegi lewat Google Play atau App Store!