Berita

Ini Alasan Kenapa Wisata Seni Indonesia Sepi Peminat

Indonesia memiliki ragam budaya yang berlimpah. Dari Sabang hingga Merauke, kamu bisa menemukan banyak sekali wisata seni yang memiliki nilai budaya kuat.

Mulai dari kesenian tari, lukis, pahat, hingga tulis bisa kamu nikmati di berbagai daerah. Jika kamu ke Belitung, kamu bisa bertamu ke Museum Sastra Andrea Hirata. Jika kamu hobi menari, kamu bisa datang ke gelaran tari tradisional di Candi Prambanan tiap tahunnya.

Sayangnya, soal tanggung jawab, kita belum bisa menjaganya. Banyak sekali wisata seni yang punah karena tergusur dengan arus budaya mainstream dari luar yang nggak tersaring sama sekali.

Beberapa tampak sepi dikunjungi para penikmatnya. Meskipun, berbagai konsep promosi sudah menggencarkan gaungnya.

Padahal, ketika tampil di dunia internasional, kesenian Indonesia sering mendapatkan apresiasi yang luar biasa. Terakhir, Tarek Pukat dari Aceh, Tari Lenggang Langgak dari Betawi dan Tari Gantar Alak dari budaya Dayak, Kalimantan menghantarkan tim tari SMP Labschool Cibubur menang di ajang  Festival Dancing Catalonia 2016.

Gedung Seni Nggak Layak

Peran pemerintah selaku pengelola wisata seni Indonesia pun masih dibilang sangat minim. Alhasil, potensi wisata seni Indonesia untuk berbicara kedepannya terlihat sulit, apalagi coba disandingkan dengan budaya mainstream.

Hal ini yang sangat disesali oleh Maria Novita Johannes atau yang biasa disapa Mhyajo. Saat ngobrol bareng Pegipegi, Senin (5/6) di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, ia menilai perlu adanya perubahan yang konkret, bahkan dari dasarnya dulu, pemeliharaan.

“Mesti ada perbaikan dari hal yang paling dasar saja, misalnya gedung seni pertunjukkannya,” ucap art director kenamaan yang mendapatkan kesempatan buat workshop di Lincoln Center, New York bulan depan.

Ketersediaan prasarana penunjang wisata seni memiliki peran yang sangat krusial. Lantaran, di sanalah pentas seni dapat digelar demi meraih minat, nggak cuma dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri.

Di Jakarta sendiri pun, jumlah gedung kesenian di bawah kelola pemerintah pusat yang layak beroperasi bisa dihitung dengan jari. Bahkan banyak orang hanya mengenal Taman Ismail Marzuki sebagai satu-satunya prasarana seni yang paling layak.

“Buat saya, institusi harus memperbaiki gedung seni pertunjukkan. Jadi kita sebagai penggiat seninya nggak setengah-setengah dalam menggali potensi seni yang ada,” tambah Mhyajo.

Masih Ada Kesempatan

Meski dihadapkan dengan fakta yang cukup memperihatinkan, Mhyajo tetap optimis kalau bisnis pertunjukkan di Indonesia tetap menjanjikan. Meski nggak dipungkiri lagi harus ada campur tangan budaya mainstream di dalamnya.

“Saya optimis bakal tetap bagus. Tapi benahi dulu prasarananya baru kita berbicara konsep seninya,” tegas wanita yang sukses menggarap panggung orkestera di gelaran ITB Tourism Festival, Jerman.

Lebih lanjut, Mhyajo mencotohkan masih banyak wisata kesenian yang belum terlalu terjamah perhatian masyarakat. Sehingga, para penggiatnya pun belum berani untuk keluar, memperlihatkan betapa uniknya seni yang mereka miliki.

Salah satu contoh yang pas bisa kamu temui di daerah Jembrana, Bali. Di sana, kamu bisa melihat penampakan alat musik tradisional Jegog yang mirip sekali dengan gamelan dan biasa mengiringi pertunjukkan tari tradisional.

“Orang mungkin sudah bosan dengan bentuk angklung atau kolintang pada umumnya. Nah, jegog memberikan nuansa yang berbeda, terutama soal suara yang dihasilkan. Sayangnya, nggak banyak yang tahu soal wisata seni yang satu ini,” jelas Mhyajo.

Yuk berburu wisata seni Indonesia sekalian liburan dengan pesan tiket pesawat, tiket kereta api, dan hotel murah di Pegipegi!

pesan tiket pesawat murah  pesan tiket kereta api murah  cari hotel murah

Agar transaksi kamu lebih murah dan mudah, jangan lupa instal aplikasi Pegipegi lewat Google Play atau App Store, ya!

google-play

apps-store

Comments

To Top
%d bloggers like this: