Indonesia baru saja kehilangan salah satu negarawan sekaligus anak bangsa terbaiknya, Bacharuddin Jusuf Habibie. Presiden ketiga Republik Indonesia ini meninggal dunia pada Rabu, (11/9) dalam usia 83 tahun.
Rakyat Indonesia nggak cuma mengenalnya sebagai Bapak Demokrasi Indonesia, tetapi juga karya-karyanya melalui dunia penerbangan yang ia cintai. Terlebih usai beliau meraih gelar doktor insinyur dari Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH), Jerman dengan predikat summa cum laude pada 1965.
Teori yang Mendunia
Satu karya yang paling impresif adalah penemuan Teori Habibie atau Crack Progression. Teori yang masih dipakai dalam dunia aviasi ini menjelaskan tentang titik awal retakan pada sayap dan badan pesawat yang menjadi awal risiko kecelakaan tunggal.
Dengan pengukuran matematika yang ia kuasai, B.J Habibie mampu menghitung letak dan besar retakan pada sebuah konstruksi pesawat dengan sangat detail. Saking detailnya, ia bahkan mampu melihat proses terjadinya keretakan hingga ke tingkat atom.
Teori Crack ini pun membantu para peneliti keselamatan aviasi di seluruh dunia mendeteksi potensi keretakan pesawat lebih awal. Para produsen pesawat terbang di seluruh dunia pun mulai mengurangi beban pesawat hingga 10 persen dengan acuan teori dari Habibie demi peningkatan keselamatan penerbangan.
Bahkan, teori ini memungkinkan Habibie untuk menurunkan beban pesawat hingga 25 persen dengan material kompisit buatannya. Sehingga, nggak cuma lebih aman, pesawat juga akan lebih mudah bermanuver di udara dengan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit.
Menciptakan Pesawat Buatan Indonesia
Berbekal teori, Habibie pun menuangkan ide brilian untuk memproduksi pesawat N-250 Gatot Kaca pada 1995 lalu. Berstatus pesawat penumpang sipil, N-250 Gatot Kaca hadir dengan teknologi fly by wire yang menjadikannya sebagai satu-satunya pesawat turboprop di dunia dengan fitur tersebut.
Sayang, dengan jam terbang yang sudah mencapai 900 jam, proyek N-250 Gatot Kaca milik Habibie pun dihentikan karena krisis moneter yang mendera Indonesia pada 1996-1998 silam. Padahal, pesawat ini sudah selangkah lagi mendapatkan sertifikasi Federal Aviation Administration (AFF) sebagai syarat produksi massal.
Kolaborasi dengan Sang Anak
Namun, B.J Habibie nggak menyerah dengan keadaan. Mimpinya untuk mengembangkan dan memproduksi pesawat dari Indonesia berlanjut pada karya selanjutnya, pesawat RAI R80.
Diluncurkan pada 2012 lalu dan sukses menjalani terbang perdana pada 2017, pesawat yang dibuat bersama putra sulungnya, Ilham Akbar ini mampu terbang nyaman dengan penggunaan bahan bakar yang hemat juga dengan teknologi fly by wire.
Sosok di Balik Megahnya C-130 Hercules
Selain kedua pesawat tersebut, B.J Habibie juga terlibat dalam beberapa proyek besar pengembangan pesawat hebat dunia, salah satunya C-130 Hercules. Beliau berperan sebagai desainer dari pesawat angkut militer dengan kemampuan mendarat di runway yang sangat pendek sekalipun.
Baik secara langsung maupun tidak, jasa-jasa dan pemikiran beliau nggak cuma membuat teknologi di dunia penerbangan lebih maju, tetapi juga jauh lebih aman dan nyaman ketimbang 30-40 tahun yang lalu.
Seperti yang dikatakan Carl Sagan, somewhere, something incredible is waiting to be known. Dan Pak Habibie telah menuntun kita untuk semakin dekat dengan sesuatu yang hebat itu. Selamat jalan, Bacharuddin Jusuf Habibie.
Wah, lagi mau traveling? Tenang! Biar liburan makin mudah, jangan lupa pesan tiket pesawat, tiket kereta api, dan hotel murah di Pegipegi!
Agar transaksi kamu lebih murah dan mudah, jangan lupa instal aplikasi Pegipegi lewat Google Play atau App Store, ya!